Juni 06, 2012

Gak Adil


            Cerita ini berawal ketika aku berada di kelas menunggu dosen pengawas ujian hari ini. Tentu aku gak sendiri dikelas ini. Ada banyak teman-temanku juga. Tapi lagi sibuk dengan kerjaan masing-masing. Iya kerjaan. Dan masing-masing.
Udah gak asing lagi kok bagiku dan mungkin juga kalian. Sampingan para mahasiswa selama ujian apapun berlangsung! KOPEKAN!
Yang dimaksud dengan KOPEKAN adalah sebuah benda tipis kecil dengan warna kuning tembaga berbentuk lingkaran dengan gambar burung garuda dan sebuah angka nominal lima ratus rupiah. #eh, itu GOPEK-AN bukan KOPEKAN. Wat De Fak!! Ya suka-suka gue donk!

You know Guys, dikelas ku itu hampir rata-rata punya kopekan. Semua yang ada disitu pengen dapat nilai bagus. Kalo bisa, ntar di IPK dapat A semua di bidang mata kuliah. Tapi kek gini cara mereka? Ngopek? Ah,.. tai lincung sama mereka!

Beneran waktu itu aku sempet shock ditambah diare dikit cuma gara-gara liatin mereka gitu. Tulisan yang mereka buat di secarik kertas lusuh itu kira-kira ukuran delapan di Mc.Word. cemana bacanya itu coba?
Aku heran aja, kenapa mereka begitu…
EGOIS…

Waktu jam kuliah berlangsung, kuliat hampir semua ikut mencacat. #eh salah, mencatat. Iya..beneran. Kulihat wajah-wajah mereka yang udah mirip orang stroke. Betapa seriusnya mereka belajar, merhatiin dosen bekoak, tanya jawab. Ih, pokok nya kelas ku is the best lah.

Tapi kenapa Tuhan? Waktu ujian berlangsung, sedikitpun tak ada dari mereka yang berusaha memahami atau menghafal secuil materi? Yang mereka lakukan hanya bergantung pada secuil kertas.
Dan jujur, aku bakal tertawa keras kalo KOPEKAN mereka gak lulus sensor. Iya! Gak masuk dalam materi ujian. Dan sumpah, gak ada bermaksud untuk menyombongkan diri. Tapi ketika tak ada lagi tempat mereka bergantung, toh larinya nanya aku juga.
“val, nomor sekian apa jawabannya?” iya. Banyak kok dari mereka yang kek gitu. Dan aku cuma berani nyengir dalam hati ‘kapok lo! Rasain! Siapa suruh ngopek. Minta aja tuh ama dukun kesayangan lo!’ sambil pura-pura gak denger. Tapi, ini lah salahnya aku.

Sebagai mahasiswa yang baik hati, ramah, suka menabung dan tidak sombong, aku gak tega ngeliat mereka kek gitu. Nomor berapapun mereka minta, bakal aku kasih. Mulai dari nomor handphone kek, nomor togel kek, ato nomor cangcut sendiri pasti aku kasih tau. Memang sifat dasar ku kek gitu kali ya. Ato mungkin perasaan takut gak dikawani satu kelas kalo aku gak ngasih tau mereka. Itu lah licik nya mereka.


I know that’s name of life! It’s a reality. Selalu ada kecurangan disana dan disini. Aku bukan nya sok munafik. Yang kelihatannya gak pernah ngopek sama sekali.

Aku pernah kok ikutan ngopek sama mereka. Iya! Tapi sialnya, KOPEKAN yang aku buat sering gak ada gunanya. Terkadang aku bisa jawab itu soal tanpa liat kopekan yang udah kupersiapkan sebelumnya. Berhubung aku nulis kata demi kata nya sekecil mungkin, otomatis aku pun ingat apa yang aku tulis. Jadi kopekan itu sia-sia. Selain itu, pernah buat kopekan. Dan sial nya, waktu itu yang ngawas dosen ngiller. #Eh, killer maksudnya. Dan hati aku bilang, dari pada nyarik mati mending jawab aja apa yang tau.
Dan sialnya lagi, tak ada yang aku tau. Tak ada yang aku ingat. Ya pada akhirnya dapat nilai jelek.

Dan disinilah aku mikir keras sampek otak depanku nonjol keluar. Udah mirip ikan lohan aja waktu itu. Nilai mereka bagus-bagus. Sementara nilai ku jeleknya setengah mampus. Mereka cengar-cengir kesana kemari memamerkan nilai bagus mereka. Ke pada semua orang. Bahkan ke semua tukang yang lewat. Tukang satpam lah, tukang kantin lah, tukang sampah lah, tukang parkirlah, tukang bakso. Sementara aku, musti ngumpet dijamban sambil tutup hidung nahan beribu macam bau pup. Aku takut mereka tanya,

“Dapat nilai berapa val?”

“Yah, gak banyak. Cuma segini doang.”

“Bah, kasian kali ko. Aku aja yang bodoh dapat yang lebih tinggi dari kau” sambil cekikikan bau tai.

Aku hanya tersenyum tipis buat nyembunyikan kejengkelanku. Dan bilang gini dalam hati ‘Alah… nilai kopekan aja bangga lo bangsat!’

Kesel memang.
Ketika kita merasa Tuhan gak adil sama kita. Dan terus menerus menyalahkan Tuhan. Dimana keadilan sebenarnya? Benarkah Tuhan itu ada? Dimana Dia? Apa Dia gak melihat apa yang terjadi di dunia ini? Apa Dia gak melihat apa yang terjadi padaku?


‘Mereka yang bermodal kertas lusuh bisa dapat nilai tinggi, sementara aku belajar mati-matian ngorek catatan dari kawan, bolak-balik ke perpustakaan, mengcopy kesana kemari makalah buat di jadikan refrensi, bangun sebelum subuh buat menghafal dan memahami materi, dan apa yang aku dapat diakhir gak sebanding dengan usaha yang aku buat’


TUNJUKKAN PADAKU KEADILANMU YA TUHAN!
KALAU ENGKAU MEMANG MENDENGAR DOAKU, KENAPA TIDAK ENGKAU KABULKAN?

Terpuruk! Ya! terpuruknya aku waktu itu.
Namun yang aku lakukan saat hati ku berkecamuk seperti itu, aku kembali teringat kata-kata Kak Lia (Nurul Amelia) yang secara reflek buat hatiku kembali tenang.

“Surga dan ilmu itu mahal loh. Mahal banget. Sebanyak apapun harta didunia ini, kita gak akan bisa membeli keduanya.”

Iya. Aku pro dengan apa yang di bilang Kak Lia. Syurga dan ilmu itu mahal. Bukan Cuma mahal secara lahir, namun juga mahal secara batin. Harus banyak-banyak sabar buat ngadepin mahasiswa-mahasiswa bangsat seperti mereka yang diatas. Musti tawakal juga. Ikhlas juga gak boleh ketinggalan. Aku yakin, apapun yang ditanam seseorang sejak dini, maka akan ada apa yang aku tuai di akhir cerita nanti. Iya…

NANTI…

DAN ENTAH KAPAN…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar